BERCERITA MELALUI SENI - KOMUNITAS SERBUK KAYU
14.51Hello guyss jumpa lagi nihh hehe :D di artikel kali ini kita bakalan bahas salah satu komunitas seni yang udah cukup terkenal di kota surabaya apa hayooo ?? Buat kalian pecinta seni pastinya sudah tau dong dengan komunitas serbuk kayu :)) Biar lebih jelas yukk cuss sikatsss....
Komunitas Serbuk Kayu adalah komunitas pergerakan seni atau dalam bahasa kerennya, art movement yang tidak bergantung atau dibawahi oleh pihak tertentu, misalnya organisasi kampus. Jadi, pergerakan komunitas Serbuk Kayu bebas dan tidak bergantung dana dari asosiasi tertentu. Cara mereka membiayai semua keperluan dalam komunitasnya adalah dengan merogoh uang dari kantong masing-masing anggotanya atau bisa disebut sumbangan pribadi.
Komunitas Serbuk Kayu bukanlah sebuah organisasi tetapi mereka memiliki art management yang khusus untuk menangani event dan database, yaitu Risya Ayunda, sebagai Managing Director dan Dwiki Nugroho Mukti sebagai Project Director. Kebanyakan orang mengira bahwa komunitas Serbuk Kayu adalah komunitas yang dibawahi langsung oleh UNESA (Universitas Negeri Surabaya) terutama jurusan Desain Komunikasi Visual, padahal bukan loh. Sebenarnya dalam komunitas ini tidak ada campur tangan dari kampus UNESA, hanya saja pendiri komunitas ini adalah mahasiswa UNESA (Universitas Negeri Surabaya).
Komunitas Serbuk Kayu terbentuk bermula dari inisiatif enam mahasiswa UNESA yaitu Dwiki Nugroho Mukti, Dwi Januarto, Indra Prayoghi, Zalfa Robby, Dyan Condro dan Mahendra Pradipta. Mereka ingin mengkritisi kenaikan BBM di tahun 2011 dengan cara yang berbeda, yaitu dengan membuat kerangka mobil kayu yang kemudian diarak jalan kaki dari rumah Serbuk Kayu yang dahulu di jalan Karangan Wiyung sampai Balai Kota. Sampai saat ini, anggota Serbuk Kayu berjumlah 38 anggota, berdomisili di Surabaya. Kebanyakan dari UNESA, namun ada beberapa dari ITS, STKW dan ISI Jogja. Mayoritas anggota komunitas Serbuk Kayu merupakan mahasiswa, namun juga ada anggota yang sudah lulus tapi masih aktif dalam komunitas ini.
Karena Serbuk Kayu tidak bergantung atau dibawahi oleh pihak tertentu, maka tidak ada maksimal usia dalam merekrut anggota. Anggota dalam komunitas ini pun sepakat agar membatasi minimal usia anggota yang ingin bergabung dalam Serbuk Kayu, yaitu usia mahasiswa. Ada sebutan juga untuk anggota Serbuk Kayu, yaitu Militia. Militia diambil dari kata milisi yang berarti pasukan liar dan militant yang orang atau kelompok yang ikut serta dalam suatu pertempuran fisik atau verbal yang agresif. Jadi, militia adalah pasukan liar yang bertempur menggunakan seni. Anggota Serbuk Kayu awalnya tidak semua saling kenal, bertambahnya anggota Serbuk Kayu melalui kegiatan-kegiatan yang dibuat oleh Serbuk Kayu sendiri. Dari kegiatan-kegiatan tersebut, anggota Serbuk Kayu yang telah bergabung mengamati keaktifan dan keseriusan mahasiswa yang terlibat dalam kegiatan tersebut.
Namun, ada juga anggota yang mendatangi markas Serbuk Kayu yaitu rumah sore art space (sebutan bagi markas berkumpul anggota Serbuk Kayu di Surabaya) di jalan Balas Klumprik nomor 63, Wiyung, Surabaya. Dan menawarkan diri untuk bergabung bersama Serbuk Kayu, karena memiliki hobi dan kesukaan yang sama. Sampai sekarang pun, Serbuk Kayu masih membuka diri untuk menerima anggota baru. “Iya, regenerasi dibutuhkan di Serbuk Kayu minimal usia kuliah” ujar Risya, Managing Director Serbuk Kayu.
Anggota Serbuk Kayu sadar bahwa tidak selamanya anggota yang sekarang bergabung dengan komunitas ini dapat terus mengurus Serbuk Kayu. Jadi, mereka sangat terbuka dengan adanya anggota baru yang ingin bergabung. Serbuk Kayu memiliki kegiatan rutin setiap bulannya, antara lain Surabaya Move On, yaitu pameran terbuka untuk semua orang di Indonesia dan luar negeri. Dengan tema berganti-ganti tiap tahunnya. Dalam pameran ini berisi karya 3 dimensi, 2 dimensi, video, dan lain-lain. Ada juga parade performance art, music, dan pertunjukan lain. Serbuk kayu juga sering mengadakan mural bersama yang mereka namai Gerakan Ikhlas, namun media yang digunakan bukan hanya tembok, tetapi juga selembar kain putih. “Kita bergerak sendiri tanpa bantuan dari pihak lain. Kita bergerak mandiri, sampai akhirnya mulai terlihat dan mendapat tawaran-tawaran kerja sama. Kita menghidupi kesenian dari kantong masing-masing. Jadi, jelas banyak susahnya tapi bukan duka. Karena kita menjalaninya dengan senang hati dan ikhlas” ujar Risya. #salamkreatif - Oleh : Muchammad Azmi.
0 komentar